Senin, 02 November 2015

Pemberdayaan masyarakat dari sektor hulu migas




Sumenep (beritajatim.com) - Dana bagi hasil migas (DBH) Sumenep 2015 tercatat sebesar Rp 15 milyar, yang didapat dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang telah berproduksi.

"Angka Rp 15 milyar itu berdasarkan prognosa di akhir 2014, untuk penghitungan APBN dan APBD 2015. Jadi itu prognosa ya, bukan realisasi. Bisa saja dalam realisasinya, angka DBH tidak seperti itu ," kata Rudianto Rimbono, Deputi pengendalian dukungan bisnis SKK Migas, Jumat (02/10/10).

Rudianto berada di Sumenep pada  Jumat, menjadi pembicara dalam seminar nasional 'strategi pemberdayaan masyarakat melalui migas'. Rudianto mewakili Kepala SKK Migas, Amin Sunaryadi yang berhalangan hadir. Dalam seminar yang digagas Kaukus Muda Islam (KMI), di aula STIKA, Annuqayah Guluk-guluk tersebut juga menghadirkan anggota BPK-RI, Achsanul Qosasi.

"Untuk realisasi DBH migas, setiap kwartal akan dihitung ulang, dengan melihat realisasi produksi migas satu Provinsi Jawa Timur, kemudian di daerah penghasil. Itu yang akan menjadi patokan penghitungan kementrian keuangan untuk memberikan DBH migas, meskipun juga ada faktor pengurangnya," papar Rudianto.

Ia mengungkapkan, perolehan DBH migas bergantung pada wilayah pengeborannya, apakah 'on shore' (di daratan) atau 'off shore' (lepas pantai). Apabila ada di lepas pantai, juga bergantung pada jarak berapa mil.

"Karena memang sudah ada aturannya untuk perolehan DBH migas. Kalau ingin DBH lebih besar, ya perbanyak pengelolaan sumur migas yang produksinya di daratan. Seperti Bojonegoro itu, DBH nya mencapai Rp 549 milyar per tahun. Karena sebagian besar produksi migasnya di daratan. Jadi bagi hasilnya memang lebih besar yang masuk ke daerah penghasil," ungkapnya.

Lebih lanjut Rudianto mengatakan, saat ini pengembangan pengeboran migas dengan mencari sumur-sumur baru, dilakukan ke daerah timur. Menurutnya, pencarian sumur-sumur baru perlu segera dilakukan, mengingat dalam 10-20 tahun terakhir, produksi migas mulai mengalamai penurunan.

"Penurunan produksi migas ini karena sudah banyak sumur yang umurnya tua. Kalau dalam eksplorasi awal, lebih banyak kandungan migasnya dibanding airnya. Tetapi semakin sumur itu tua, maka yang terjadi sebaliknya. Makin banyak airnya dibanding minyaknya," ucap Rudianto.

Ia menggambarkan, apabila dalam satu hari sumur migas yang sudah tua mampu memproduksi 280 ribu barel per hari, maka air yang keluar sebanyak 10 juta barel per hari.

"Perbandingannya jelas berlipat-lipat. Lebih banyak airnya dibanding migasnya. Karena itu, sangat perlu untuk terus melakukan pencarian sumur-sumur baru," tandasnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar